Jangan ada kata menyerah dalam hidup. Sebagai insan Tuhan
yang diciptakan begitu sempurna dibandingkan makhluk lainnya. Manusia diberi
kelebihan berupa akal dan hati, yang bisa memilih jalan hidup : “maju, mundur
atau diam ditempat”
Banyak kisah nyata dari orang-orang suksesa yang tidak
pernah menyerah dalam menjalani kehidupan, meski penuh cobaan. Banyak jalan
menuju Roma, mungkin ini salah satu pepatah yang bisa menggambarkan orang
sukses yang punya semangat untuk belajar dalam kondisi keluarga susah.
Kita ambil contoh yang pernah ditayangkan di program
televisi Kick Andy dari beberapa orang yang sukses dalam menempuh pendidikan
sampai jenjang yang tinggi yang berasal dari keluarga yang sederhana, bahkan
bisa dikatakan miskin.
Kisah Winarno, seorang anak yang lahir dari keluarga miskin.
Ayahnya seorang informan polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang
pijat yang buta huruf. Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan
perjuangan keras, dari urusan biaya, fasilitas untuk bersekolah, hingga transfortasi
yang cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu adalah, kalau pintar
pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa meraih nilai
tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk bisa memperoleh
sekolah gratis.
Dari seluruh
perjuangannya, Winarno kini sudah meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan
teknologi pangan. Di usianya yang sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai
Rektor di Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta.
Kisah Basuki asal Sragen, lain lagi. Sejak kecil ia
disibukan dengan urusan membantu perekonomian keluarga dari mulai jualan
kantong plastik, semir sepatu, atau ngojek payung saat hujan. Kala itu keluarga
mereka hijrah ke Ibukota untuk meningkatkan taraf hidup dan malangnya, tidak berhasil.
PHK yang menimpa ayahnya, kemudian memaksa keluarga ini kembali ke kota asal
mereka, Sragen.
Menjelang masa kuliah, Basuki mulai merambah usaha baru,
yakni jadi loper koran. Jadi masa kuliah pun ia jalani sambil berjualan koran
dan di waktu luang jadi pedagang asongan. Pada Januari 2010 lalu, Basuki
mendapatkan pengukuhan gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia.
Dan kini tercatat sebagai dosen di Universitas Pembangunan Nasional,
Yogyakarta.
Dari Yogakarta, ada kisah menarik milik Purwadi. Putra
pasangan Ridjan dan Yatinem ini harus bekerja keras sejak kecil agar bisa
meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Ayahnya seorang buruh tani dan
ibunya yang penjual bakul sayur, tak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup
untuk membiayainya.
Alhasil Purwadi harus pintar-pintar mencari cara. Masa
kuliah ia berjualan kantung gandum, menjual majalah bekas, hingga memberi les
gamelan. Untuk mengirit biaya buku dan makanan, ia memiliki trik trik khusus
semasa kuliah. Perjuangan yang tak kenal lelah telah mengantar Purwadi meraih
gelar Doktor Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Anda mengenal Saldi Isra? Seorang Ahli Hukum Tata Negara
yang cukup menonjol di tanah air. Di usianya yang ke 42 tahun, ia sudah
menyandang gelar Profesor Doktor. Tahukah anda Saldi Isra lahir dari keluarga
seperti apa?
“Orang tua saya
petani yang buta hurup, dan masa sekolah saya harus dilakukan sambil membantu
orang tua membajak sawah,”
Kisah yang penuh spirit juga hadir dari seorang dokter bedah
syaraf kaliber dunia, Eka Julianta. Dokter yang telah berhasi melakukan banyak
operasi otak dan batang otak ini, kini sering mendapat undangan untuk melakukan
presentasi di berbagai Fakultas kedokteran dan symposium di berbagai Negara
baik Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.
Tapi tahukah anda,
bahwa perjuangan Eka, untuk mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya sebagai
dokter, dimulai dengan membantu ibunya menumbuk singkong getuk, dan
menjajakannya di sekolah.
Banyak anggapan menilai mereka yang bisa kuliah lagi karena
ada dana yang mencukupi. Namun anggapan itu tak selamanya benar. Walau ada dana
yang cukup namun jika tidak ada kemauan dan semangat untuk belajar tentunya
tidak bisa terwujud. Atau ada anggapan bahwa untuk mengejar mimpi seperti itu
tidaklah realistis dikala himpitan ekonomi menjadi alasan. Memang pendidikan di
negeri ini seakan-akan memupus orang-orang tidak kecukupan untuk bersekolah,
namun, lihat masih banyak orang yang hanya bermodal semangat dan kerja keras
mampu meraih mimpi itu. Semangat mereka dalam menuntut ilmu memang patut
diapresiasi. Modal kita adalah semangat juang dari diri kita sendiri. Mereka
bisa, kita pun mampu.