Jumat, 28 Februari 2014
Nelayan Yang Puas
Usahawan kaya dari kota terkejut menjumpai nelayan di pantai
sedang berbaring bermalas-malasan di samping perahunya, sambil mengisap rokok.
‘Mengapa engkau tidak pergi menangkap ikan?’ tanya usahawan
itu.
‘Karena ikan yang kutangkap telah menghasilkan cukup uang
untuk makan hari ini,’ jawab nelayan.
‘Mengapa tidak kau tangkap lebih banyak lagi daripada yang
kau perlukan?’ tanya usahawan.
‘Untuk apa?’ nelayan balas bertanya.
‘Engkau dapat mengumpulkan uang lebih banyak,’ jawabnya.
‘Dengan uang itu engkau dapat membeli motor tempel, sehingga engkau dapat
melaut lebih jauh dan menangkap ikan lebih banyak. Kemudian engkau mempunyai
cukup banyak uang untuk membeli pukat nilon. Itu akan menghasilkan ikan lebih
banyak lagi, jadi juga uang lebih banyak lagi. Nah, segera uangmu cukup untuk
membeli dua kapal … bahkan mungkin sejumlah kapal. Lalu kau pun akan menjadi
kaya seperti aku.’
‘Selanjutnya aku mesti berbuat apa?’ tanya si nelayan.
‘Selanjutnya kau bisa beristirahat dan menikmati hidup,’
kata si usahawan.
‘Menurut pendapatmu, sekarang Ini aku sedang berbuat apa?’
kata si nelayan puas.
Lebih bijaksana menjaga kemampuan untuk menikmati hidup
seutuhnya daripada memupuk uang.
Kebiasaan yang Diulang
Di Tiongkok pada zaman dahulu kala, hidup seorang panglima
perang yang terkenal karena memiliki keahlian memanah yang tiada tandingannya.
Suatu hari, sang panglima ingin memperlihatkan keahliannya memanah kepada
rakyat. Lalu diperintahkan kepada prajurit bawahannya agar menyiapkan papan
sasaran serta 100 buah anak panah.
Setelah semuanya siap, kemudian Sang Panglima memasuki
lapangan dengan penuh percaya diri, lengkap dengan perangkat memanah di
tangannya.
Panglima mulai menarik busur dan melepas satu persatu anak
panah itu ke arah sasaran. Rakyat bersorak sorai menyaksikan kehebatan anak
panah yang melesat! Sungguh luar biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100
anak panah tepat mengenai sasaran.
Dengan wajah
berseri-seri penuh kebanggaan, panglima berucap, "Rakyatku, lihatlah
panglimamu! Saat ini, keahlian memanahku tidak ada tandingannya. Bagaimana
pendapat kalian?"
Di antara kata-kata pujian yang diucapkan oleh banyak orang,
tiba-tiba seorang tua penjual minyak menyelutuk, "Panglima memang hebat !
Tetapi, itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih."
Sontak panglima dan seluruh yang hadir memandang dengan
tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua penjual minyak
itu. Tukang minyak menjawab, "Tunggu sebentar!" Sambil beranjak dari
tempatnya, dia mengambil sebuah uang koin Tiongkok kuno yang berlubang di
tengahnya. Koin itu diletakkan di atas mulut botol guci minyak yang kosong.
Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung penuh berisi minyak,
dan kemudian menuangkan dari atas melalui lubang kecil di tengah koin tadi
sampai botol guci terisi penuh. Hebatnya, tidak ada setetes pun minyak yang
mengenai permukaan koin tersebut!
Panglima dan rakyat
tercengang. Merela bersorak sorai menyaksikan demonstrasi keahlian si penjual
minyak. Dengan penuh kerendahan hati, tukang minyak membungkukkan badan
menghormat di hadapan panglima sambil mengucapkan kalimat bijaknya, "Itu
hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih! Kebiasaan yang
diulang terus menerus akan melahirkan keahlian."
=============================================================,
Dari cerita tadi,
kita bisa mengambil satu hikmah yaitu: betapa luar biasanya kekuatan kebiasaan.
Habit is power!
Hasil dari kebiasaan
yang terlatih dapat membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan apa yang tidak
mungkin menjadi mungkin.
Demikian pula, untuk
memperoleh kesuksesan dalam kehidupan, kita membutuhkan karakter sukses. Dan
karakter sukses hanya bisa dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan seperti
berpikir positif, antusias, optimis, disiplin, integritas, tanggung jawab,
& lain sebagainya.
Mari kita siap
melatih, memelihara, dan mengembangkan kebiasaan berpikir sukses dan bermental
sukses secara berkesinambungan. Sehingga, karakter sukses yang telah terbentuk
akan membawa kita pada puncak kesuksesan di setiap perjuangan kehidupan kita.
Sekali lagi:
Kebiasaan yang diulang terus menerus, akan melahirkan keahlian!
Sumber : andriewongso.com
Rabu, 26 Februari 2014
Kasih Ibu Tak Ada Batas Waktu
Seorang anak bertengkar dengan ibunya & meninggalkan
rumah. Saat berjalan ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.
Ia melewati sebuah kedai bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkok bakmi karena
lapar.
Pemilik bakmi melihat anak itu berdiri cukup lama di depan
kedainya, lalu bertanya”Nak, apakah engkau ingin memesan bakmi?”
“Ya, tetapi aku tidak
membawa uang,”jawab anak itu dengan malu-malu.”Tidak apa-apa, aku akan
mentraktirmu,”jawab si pemilik kedai.
Anak itu segera makan. Kemudian air matanya mulai
berlinang.”Ada apa Nak?”Tanya si pemilik kedai.”Tidak apa-apa, aku hanya
terharu karena seorang yg baru kukenal memberi aku semangkuk bakmi tetapi ibuku
sendiri setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah. Kau seorang yang
baru kukenal tetapi begitu peduli padaku.
Pemilik kedai itu berkata”Nak, mengapa kau berpikir begitu?
Renungkan hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi & kau begitu
terharu…. Ibumu telah memasak bakmi, nasi, dll sampai kamu dewasa, harusnya
kamu berterima kasih kepadanya.
Anak itu kaget mendengar hal tersebut.”Mengapa aku tidak
berpikir tentang hal itu?”
Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal aku
begitu berterima kasih, tetapi terhadap ibuku yang memasak untukku selama
bertahun-tahun,aku bahkan tidak peduli.
Anak itu segera menghabiskan bakminya lalu ia menguatkan
dirinya untuk segera pulang. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat
ibunya dengan wajah letih & cemas. Ketika melihat anaknya, kalimat pertama
yang keluar dari mulutnya adalah “Nak, kau sudah pulang, cepat masuk, aku telah
menyiapkan makan malam.”
Mendengar hal itu, si anak tidak dapat menahan tangisnya
& ia menangis di hadapan ibunya.
* Kadang kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang
lain untuk suatu pertolongan kecil
lain untuk suatu pertolongan kecil
yg diberikannya pada kita. Namun kepada
orang yang sangat
dekat dengan kita (keluarga)
khususnya orang tua kita, kita sering melupakannya begitu saja.
dekat dengan kita (keluarga)
khususnya orang tua kita, kita sering melupakannya begitu saja.
10 Nasehat Einstein Tentang Hidup Sukses
Tak perlu bersiap-siap mengernyitkan kening, kita hanya akan
membahas ringan tentang filosofi hidup singkat Einstein.
Tidak ada Fisika, nuklir, atau hal-hal jenius lainnya. Hanya
hal kecil tapi sering terlupakan, padahal berpengaruh besar terhadap kehidupan
kita. Apa saja nasehat bijak Einstein? Yuk kita lihat.
1. Buntuti Terus Rasa Ingin Tahu Anda
"Saya bukan
memiliki bakat khusus. Hanya selalu menikmati rasa ingin tahu saja."
Membaca kutipan Einstein di atas membuat kita
bertanya-tanya. Seperti apa rasa ingin tahu itu? Saya selalu bertanya-tanya
mengapa ada orang sukses, sementara banyak lainnya gagal?
Karena itu banyak-banyaklah menghabiskan banyak waktu
membaca banyak bahan. Mencari tahu koneksi berbagai hal terhadap kata 'sukses'.
Mengejar jawaban rasa ingin tahu Anda adalah kunci rahasia kesukesan.
Cerita Mengharukan Dari Seekor Tikus
Ternyata, salah satu
yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan
kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak,
"Ada perangkap
tikus di rumah!....di rumah sekarang ada perangkap tikus!...."
Ia mendatangi ayam
dan berteriak,
"Ada perangkap
tikus!"
Sang Ayam berkata,
"Tuan Tikus, aku
turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"
Sang Tikus lalu pergi
menemui seekor Kambing sambil berteriak.
Sang Kambing pun
berkata,
"Aku turut
bersimpati...tapi tidak ada yang bisa aku lakukan."
Tikus lalu menemui
Sapi. Ia mendapat jawaban sama.
" Maafkan aku,
tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"
Ia lalu lari ke hutan
dan bertemu ular.
Sang ular berkata,
"Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak
akan mencelakai aku"
Minggu, 23 Februari 2014
Selasa, 18 Februari 2014
Kisah Profesor dan Pelaut
Kisah Profesor dan Pelaut
Ada kisah mengenai pelaut tua dan seorang professor. Ini
terjadi di zaman ketika orang orang masih bepergian dari satu Negara ke Negara
lain menggunakan kapal laut, sebelum era penerbangan murah seperti zaman
sekarang. Profesor ini hendak pergi dari Sidney ke San fransisco untuk memberikan
kuliah tamu.
Pada malam pertama di atas kapal, usai bertolak dari Sydney,
Profesor barusan mendapat makan malam luar biasa menyenangkan di aula
perjamuan, lalu ia pergi ke dek untuk menghirup udara segar laut. Ketika
berjalan di dek, ia melihat seorang pelaut tua yg tengah bersandar di pinggiran
kapal, menatap ke samudra di bawahnya.
Ia memutuskan untuk bercakap cakap dengan pelaut ini, karena
meski kelihatannya pekerjaan sebagai pelaut ini sederhana, namun pria ini pasti
telah mengarungi samudra selama waktu yg sangat lama. Pasti ia telah
mempelajari sesuatu yg berguna. Professor selalu ingin meningkatkan limpahan
pengetahuannya yang ia pikir sebagai makna hidupnya. Ia menghampiri pelaut itu
dan berkata,” Pak tua, sudah berapa lama Anda melaut?”
Having a Best Friend
Having a Best Friend
A story tells that two friends were walking through the
desert. During some point of the journey they had an argument, and one friend
slapped the other one in the face.
The one who got slapped was hurt, but without saying anything,
wrote in the sand “Today my best friend slapped me in the face”.
They kept on walking until they found an oasis, where they
decided to take a bath. The one who had been slapped got stuck in the mire and
started drowning, but the friend saved him. After he recovered from the near
drowning, he wrote on a stone “Today my best friend saved my life”.
Figur Ayah
Penting, setiap anak merasakan sosok figur ayah hadir di
hati mereka. Mereka rindu belaian tangan kekar seorang ayah, mereka rindu suara
tegas ayah, mereka butuh figur seorang ayah untuk jadi contoh teladan dalam
bersikap.
Bila semua itu tak terpenuhi, bisa dipahami bila di kemudian
hari anak-anak ini menjadi pribadi yang bermasalah. Bila keadaan bertambah
parah, baru kita tersadar ada yang salah dari anak kita. Fatalnya, sebagian
orangtua jarang mau mengakui kesalahan itu, selalu anak yang disalahkan.
Padahal, sesungguhnya orangtualah yang membuat mereka menjadi pribadi yang
bermasalah.
1. Ayah Pendidik
Tidak bisa disangkal bahwa ayah adalah tulang punggung
keluarga. Ia curahkan seluruh kemampuan dan waktunya untuk mencari nafkah agar
tercukupi kebutuhan keluarganya. Sedang istri di rumah mengurus rumah, menjaga
dan merawat serta mendidik putra-putrinya.
Tetapi belajar dari pengalaman keluarga di atas, ternyata
peran ayah tidak berhenti hanya mencari nafkah. Kalau mau dirinci sebenarnya
peran ayah sangat besar, bahkan sama dengan peran istri, khususnya dalam
pendidikan keluarga. Jadi, suatu kesalahan bila beban pendidikan anak hanya
diserahkan sepenuhnya kepada sang istri.
Langganan:
Postingan (Atom)